Masalah Persatuan Kaum Muda Bagian II

By ANDI RANDHIKA 24 Apr 2024, 21:46:26 WIB OPINI
Masalah Persatuan Kaum Muda Bagian II

Keterangan Gambar : Foto ilustrasi-istimewa


Oleh: Fencenel Harefa

Kesadaran pada perbedaan dan persatuan[1], menjadi dasar yang ada dalam diri kaum muda. Penolakan akan kedua hal tersebut, memperlihatkan ketidakmampuan berorganisasi, bahkan pada ruang terkecil sosial masyarakat. Puluhan tahun ke belakang,  tokoh-tokoh pergerakan nasional juga sudah menyatakan pentingnya persatuan.

Kita tentu kenal dengan Bung Karno, digelari Bapak Marhaenisme, pencetus Pancasila 1 Juni, Proklamator, dan Presiden pertama Indonesia. Seorang pejuang kemerdekaan yang mencita-citakan negara Republik Indonesia merdeka.

Baca Lainnya :

Tulisan-tulisan dan pidato Bung Karno sering menekankan persatuan antar golongan bangsa. Perbedaan mazhab dan taktik yang menyebabkan perjuangan berjalan sendiri-sendiri mesti dikesampingkan, demi mengadakan persatuan perjuangan nasional, sehingga mampu mendepak musuh bersama, yaitu kolonialisme dan imperialisme.

Bung Karno sudah mengajarkan pentingnya persatuan, terlebih kepada anak-anak Ideologinya. Hal ini diterapkan secara nyata pada kerja sama dalam organisasi. Itu belum lagi dalam hal usaha-usaha perjuangan mengubah nasib khalayak yang tertindas dan melarat.

Untuk dapat menjalankannya tidak sesederhana membalikkan telapak tangan. Penulis menggambarkannya dalam puisi yang tertulis di makam seorang Uskup Anglikan Westminster Abbey tahun 1100 Masehi.

Ketika aku muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini, lalu aku putuskan untuk mengubah negaraku saja.
Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku. Ketika aku semakin tua, aku sadar tidak mudah mengubah kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku.
Kini aku semakin renta, aku pun tak bisa mengubah keluargaku. Aku sadari bahwa satu-satunya yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri.
Tiba-tiba aku tersadar bahwa bila saja aku bisa mengubah diriku sejak dahulu, aku pasti bisa mengubah keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun bisa mengubah seluruh dunia.


Jadi pangkal tolak dari perubahan itu dimulai dari diri kita, bila salah memulainya hanya membuahkan kemauan yang sia-sia. Mengubah diri sendiri akan memungkinkan perubahan yang lebih besar setahap demi tahap. Sampai kita tahu sudah sejauh mana kita berubah dari awalnya.

Membuka Pikiran

Pada sebuah diskusi, akan ada banyak perspektif menangani sebuah masalah, debat kritis pun hal lumrah terjadi, tetapi solusi yang dapat disepakati merupakan hal penting. Dalam hal ini sikap yang ditunjukkan masing-masing orang sangat mempengaruhi hasil.

Sikap apa yang diharapkan dapat memecahkan suatu masalah? tentunya dimulai dari memberi pendapat yang membukakan solusi terbaik serta mungkin dapat dicapai. Setelah bersuara lalu  mendengar pendapat satu sama lain. Mendengar bukan hanya menggunakan kuping saja, mendengar juga menimbang bahwa pendapat orang lain bisa memberikan pandangan baru.

Bersikukuh dengan pandangan sendiri juga tidak akan menghasilkan apa-apa, yang ada justru debat kusir tiada akhir seperti sering kita lihat di tayangan televisi swasta. Saling membantah argumen, dan menyerang hal-hal personal yang jauh dari konteks pembicaraan, sehingga tercipta permusuhan tujuh turunan.

Kemudian bila permusuhan terjadi, tentu sudah bukan lagi dinamakan diskusi, tetapi perang adu mulut. Sangat konyol bila beberapa orang sudah sepakat berdiskusi mencari solusi sejak awal, kemudian beralih menjadi kompetisi saling hujat. Mereka menjadi sudah tidak sadar akan tujuan awal, dan akhirnya juga tidak sadarkan diri karena terkena pukulan di rahang bawah.

Hal-hal seperti berpendapat, menerima masukan dan mempertimbangkan baik buruknya sesuatu, harus dimiliki tidak hanya dalam berdiskusi, tetapi juga dalam bekerja sama, serta bertindak menurut fungsinya. Ini adalah karakter orang-orang dalam berorganisasi, di sini secara personal kita harus mampu menguasai diri, dan meniadakan rasa egois, arogansi, dan bermacam bentuk negatif lainnya. Sebab hasil perilaku negatif hanya menjadi absurditas yang ditertawakan banyak orang.

Memang cukup sederhana, namun apakah kita sudah menyadarinya? kemudian kita ketika sudah menyadarinya, apakah kita sudah menerapkannya? Bila kita melakukan itu, niscaya Bung Karno pun bangga.Tetapi jika tidak, ada baiknya tidak usah memaksakan diri pada hal yang tidak mampu dilakukan seperti berorganisasi. Bersembunyi di balik organisasi dengan watak yang bertolak belakang dengannya, membuat masalah tidak akan pernah selesai.

Hidup Mahasiswa !

Merdeka !

***

[1] Dijelaskan pada Masalah Persatuan Kaum Muda Bagian I

Daftar Referensi:

Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1

https://www.ndcministry.org/readrevive.php?p=6453596268597747574f6947397579545053396f6a517e7e




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

kanan - instagramInstagram GMNI FISIP UDAKanan- FacebookFacebook GmnI Fisip Uda

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Instagram, Youtube dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.

Tag Berita

Komentar Terakhir