Omnibus Law Cipta Kerja: Rakyat Dipaksa Menderita
Keterangan Gambar : Dokumentasi: AKBAR_SUMUT (16/7/20)
Opini sudah diterbitkan diwebsite yang lama, pada tanggal :
EDITOR
RUU (Omnibus Law) Cipta Kerja, rencananya disahkan oleh DPR-RI pada Kamis, 16 Juli 2020. Hal tersebut mengundang protes dari berbagai Organisasi Buruh, Organisasi Tani, Aktivis Lingkungan, Lembaga Bantuan Hukum, dan Organisasi Mahasiswa, yang tergabung dalam Aliansi Akumulasi Kemarahan Rakyat Sumatera Utara (AKBAR SUMUT). Sejak pukul 8 pagi, massa yang memenuhi ruas Jalan Sisingamangaraja, dan melakukan aksi Long March menuju fly over Amplas, sambil menyerukan dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja.
Baca Lainnya :
Dari awal, RUU ini memang menuai berbagai kritikan. Upaya pemerintah menyederhanakan sekitar 80-an undang-undang dalam satu undang-undang Omnibus Law, ternyata menyimpan dampak tersembunyi yang merugikan rakyat kecil dalam jangka panjang. Sebaliknya RUU ini lebih menguntungkan masuknya korporasi-korporasi besar, agar dapat beroperasi di Indonesia dengan jaminan payung hukum yang jelas.
Apa dibalik RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Dalam proses penyusunan RUU Cipta Kerja, tim yang ditunjuk banyak berasal dari asosiasi pengusaha. Namun kelompok-kelompok masyarakat yang terkait langsung atas RUU ini tidak dilibatkan. Oleh sebab itu, ketimpangan keadilan dalam draf undang-undang ini kian menjadi sangat nyata.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja sendiri mencakup 11 klaster antara lain: penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, pengendalian lahan, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintah, pengenaan sanksi, kemudahan proyek pemerintah, kawasan ekonomi khusus.
Dari draf RUU Cipta Kerja yang di serahkan Pemerintah kepada DPR-RI pada 12 Februari 2020, banyak penghapusan pasal-pasal krusial yang sudah dijamin oleh undang-undang sebelumnya. Misalnya di sektor perburuhan, ada beberapa hal yang menjadi perhatian khusus yaitu: penghapusan upah minimum, penghapusan pesangon, dibolehkannya penggunaan pekerja outsourcing secara bebas, jam kerja yang eksploitatif, kontrak jangka pendek tampa batasan waktu yang jelas, penghapusan jaminan sosial serta pensiun, dan masih banyak lagi. Tidak diragukan bila nanti akan ada tenaga buruh murah minus kesejahteraan.
Kemudian, Omnibus Law Cipta Kerja yang di gadang-gadang akan mengundang masuk investasi sebanyak-banyaknya, tentu berdampak pada pencabutan subsidi yang selama ini diperuntukkan kepada rakyat. Ini pun semakin diyakinkan dengan masuknya sektor pendidikan dan kesehatan dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Akses masyarakat menengah ke bawah akan menjadi sulit, orientasinya pun berubah untuk sekadar mengejar untung, dibanding pembangunan kualitas masyarakat yang sehat dan berpendidikan.
Selain itu, RUU Cipta Kerja juga mencakup sektor lingkungan, yang secara sistematis menghilangkan hak partisipatif masyarakat atas lingkungan, yang dapat digugat bila bermasalah. Dengan penghapusan Analisis Dampak Lingkungan (AMNDAL), maka ruang kontrol masyarakat atas lingkungannya pun hilang.
Demikian juga sektor Agraria ikut terseret masuk. Draf Omnibus Law Cipta Kerja hanya akan melegitimasi praktik perampasan lahan rakyat sejak puluhan tahun lalu, oleh pemilik industri ekstraktif dan juga kalangan elite militer. Dan lagi-lagi yang harus menjadi korban adalah petani yang beresiko kehilangan tanah.
Covid-19 Dan Omnibus Law: Rakyat Tidak Bisa Diam Saja
Virus Covid-19 yang dikonfirmasi pemerintah memasuki Indonesia bulan februari lalu, hingga sekarang, dikutip dari kompas.com (16/7), telah menginfeksi total 81.668 orang, di mana per hari mencapai 1.574 kasus. Jumlah ini menempatkan Indonesia di urutan pertama di kawasan Asia Tenggara. Bila disorot soal Kebiasaan Baru (new normal) yang diterapkan, sejauh ini tidak mampu menurunkan kurva persebaran Covid-19.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19 kepada masyarakat dengan membatasi aktivitas, rupanya tidak menghentikan upaya untuk mewujudkan pengesahan RUU Cipta Kerja. Selama Pandemi ini, DRD-RI telah melakukan lima kali pembahasan RUU tampa ada transparansi. Pemerintah pun dalam pernyataannya, hanya berupaya meyakinkan RUU Cipta Kerja berpihak kepada rakyat kecil. Hal demikian justru semakin meneguhkan pendirian rakyat, bahwa isi dari rancangan undang-undang ini, akan membuat nasib mereka semakin tertindas.
Tentu rakyat tidak tinggal diam, melihat dengan mudahnya pembahasan Omnibus Law Cipta kerja tetap berlangsung. Saat pemerintah menjalankan kekuasaannya, rakyat harus tetap hadir mencegah Abuse of Power. Rakyat tidak punya pilihan lain selain harus turun ke jalan-jalan menyuarakan penderitaan mereka. Saat mereka menjadi korban Covid-19 berbulan-bulan, maka mereka juga tidak rela menjadi korban dari rencana pengesahan Omnibus Law yang berlaku lebih lama.
Hidup Rakyat ! Hidup Buruh ! Hidup Tani ! Hidup Mahasiswa ! Hidup Perempuan yang Melawan !
#GagalkanOmnimbusLaw #CabutUUMinerba #SahkanRUUPKS #GMNITolakOmnibusLaw